MELATIH PEMBERIAN MINUM OBAT
MELATIH PEMBERIAN MINUM
OBAT
Prinsip Sepuluh Benar
Pemberian Obat
Dalam menjaga keamanan pemberian obat, perawat
harus memperhatikan prinsip lima benar dalam pemberian obat. Prinsip ini
dikategorikan tradisional yang terdiri dari: benar pasien, benar obat, benar
dosis, benar waktu dan benar rute. Selanjutnya, berdasarkan pengalaman di
lapangan (Kee dkk, 2009) menambahkan lima prinsip, yaitu: benar pengkajian,
benar dokumentasi, benar pendidikan kesehatan pasien, benar evaluasi dan benar
penolakan oleh pasien.
Prinsip lima benar yang masih tradisional
tersebut digabungkan dengan lima prinsip yang ditambahkan melalui hasil
pengalaman praktek keperawatan profesional, dikenal sebagai “five-plus-five right” yang dalam bahasa
Indonesia berarti “lima tambah lima benar” dan lebih popular dengan istilah
“prinsip sepuluh benar pemberian obat”. Prinsip ini mendasari praktek
keperawatan profesional dalam pemberian obat. Prinsip sepuluh benar itu
adalah:
1.
Benar Pasien
Benar pasien merupakan dasar yang sangat
menentukan dalam prinsip pemberian obat.
Implikasi
dalam perawatan mencakup:
a.
Memastikan pasien dengan mengecek gelang identitas, papan
identitas di tempat tidur, atau bertanya langsung kepada pasien. Beberapa
fasilitas di institusi tertentu mencantumkan foto pada status pasien.
b.
Jika pasien tidak mampu berespon secara verbal, dapat digunakan
cara non-verbal seperti menganggukkan kepala.
c.
Untuk bayi, diidentifikasi melalui gelang identitas.
d.
Jika pasien mengalami gangguan mental atau penurunan kesadaran
sehingga tidak mampu mengidentifikasi diri, maka harus dicarikan alternatif
lain untuk mengidentifikasi pasien sesuai dengan ketentuan rumah sakit.
e.
Membedakan dua pasien dengan nama belakang yang sama; berikan
peringatan dengan warna yang lebih mencolok pada alat identitas (ID tools) seperti kartu medis (med card), gelang, atau kardex.
f.
Beberapa institusi melengkapi gelang identitas pasiennya dengan
kode tertentu untuk status alergi. Bila ada, perawat harus tanggap dengan
kebijakan ini.
g.
Ketika pasien tidak menggunakan stiker identitas, perawat
mengidentifikasi secara teliti terhadap masing-masing pasien ketika melakukan
pemberian obat (Kee dkk, 2009), (Tambayong, 2002).
2.
Benar Obat
Benar obat berarti menerima obat yang telah diresepkan, baik oleh
dokter, dokter gigi, atau petugas kesehatan yang sudah mendapatkan izin seperti
perawat yang sudah berpengalaman (Advanced
Practice Registered Nurse/APRN) yang berwewenang untuk mengorder obat.
Obat mempunyai nama dagang dan nama generik, jadi apabila ada obat
dengan nama dagang yang asing ditemui, harus diperiksa nama generiknya. Bila
ada keraguan, hubungi apotekernya. Jika
label tidak terbaca atau isinya tidak uniform,
maka tidak boleh digunakan dan harus dikembalikan ke bagian fasmasi (Tambayong,
2002), (Kee dkk, 2009).
Perawat harus tanggap dan memperhatikan dengan teliti terhadap
beberapa obat yang bila disebutkan terdengar mirip dan ejaan yang terlihat sama.
Perawat harus membaca label obat dengan hati-hati (Kee dkk., 2009).
Implikasi keperawatan mencakup:
a.
Cek permintaan obat dari segi kelengkapan dan dapat dibaca dengan
jelas. Jika order tidak lengkap dan tidak terbaca, beritahu bidang keperawatan,
apoteker atau petugas kesehatan yang menulis order.
b.
Ketahui alasan kenapa pasien mendapatkan obat.
c.
Cek label obat sebanyak tiga kali sebelum obat diberikan:
·
Melihat kemasan obat.
·
Membaca permintaan obat dan memperhatikan kemasan sebelum obat
dituang.
·
Mengembalikan kemasan setelah obat dituang ke lemari obat.
·
Mengetahui tanggal obat diorder dan tanggal akhir pemberian
(seperti: pemberian antibiotik), (Kee dkk., 2009), (Tambayong, 2002).
3.
Benar Dosis
Benar dosis diperhatikan melalui penulisan resep dengan dosis yang
disesuaikan dengan keadaan pasien. Perawat harus teliti menghitung dosis
masing-masing obat dan mempertimbangkan adanya perubahan dosis dari penulis
resep. Berat badan pasien merupakan indikator penting dalam pemberian obat
tertentu, seperti obat pediatrik, bedah dan perawatan kritis (Kee dkk., 2009).
Perawat harus memiliki pengetahuan dasar dalam meracik obat,
membandingkan dan membagi dosis sebelum mengimplementasikan perhitungan dosis
obat. Perawat mengecek ulang pembagian dosis atau adanya perbedaan dosis yang
sangat besar setelah dihitung (Kee dkk., 2009).
Implikasi keperawatan
mencakup:
a.
Bentuk dosis asli jangan diubah
b.
Hitung dan periksa dosis obat dengan benar.
c.
Periksa bungkus obat atau obat lain yang direkomendasikan secara
khusus
d.
Jika pasien meragukan dosis, periksa kembali. Perhatian berfokus
pada titik desimal dosis dan beda antara singkatan mg dengan mcg bila ditulis tangan
(Tambayong, 2002), (Kee dkk., 2009).
4.
Benar Waktu
Waktu antara efek toksik dan efektif harus dipertahankan, sehingga
pemberian obat harus diperhatikan
Implikasi keperawatan
mencakup:
a.
Perhatikan simbol tertentu
b.
Perhatikan kontraindikasi pemberian obat.
c.
Antibiotika diberikan dalam rentang yang sama
d.
Periksa tanggal kadaluarsa (Tambayong, 2002).
5.
Benar Cara/ Rute
Pemberian
Tambayong (2002) berpendapat bahwa obat diberikan melalui rute
yang berbeda, tergantung keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan,
sifat obat (kimiawi dan fisik obat) serta tempat kerja yang diinginkan. Bentuk
obat, rute obat dibagi menjadi:
a.
Bentuk Padat
·
Oral: obat yang masuk
melalui mulut, dapat diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal)
dan umum digunakan (ekonomis, paling nyaman dan aman), (Tambayong, 2002).
·
Topikal: Krim, salep, lotion, liniment dan sprei yang digunakan
pada permukaan luar badan untuk melindungi, melumasi, atau sebagai vehikel
untuk menyampaikan obat ke daerah tertentu, pada kulit atau membran mukosa,
(Tambayong, 2002).
·
Rektal/Supositoria: diberikan
melalui enema atau supositoria yang digunakan untuk efek local (Tambayong, 2002).
·
Pesarri: menyerupai
supositoria, tetapi bentuknya dirancang khusus untuk vagina (Tambayong, 2002).
b.
Bentuk Cairan
·
Larutan: Sirup, eliksir, tinktura , obat suntik (Tambayong, 2002)
·
Suspensi: preparat bubuk
halus yang disuspensi dalam cairan dan umumnya perlu dikocok dahulu sebelum
digunakan pada suntikan
·
Emulsi: preparat dari
butiran-butiran air dalam minyak dengan agens pengemulsi atau lemak atau
butiran minyak dalam air (Tambayong, 2002).
c.
Bentuk Gas
·
Gas Terapeutik: oksigen untuk mengatasi hipoksia atau melawan
keracunan CO (karbon monoksida). CO2 (karbon dioksida) dipakai
bersama oksigen untuk mengatasi depresi pernapasan, asfiksia, dan keracunan CO
·
Gas Anestetik : halotan, (Tambayong, 2002)
d.
Bentuk Aerosol
Berupa larutan atau bubuk yang bekerja di bawah tekanan. Jika
berbentuk larutan, obat disemprotkan berupa “kabut” ke dalam mulut dan dihirup
ke dalam paru (Tambayong, 2002).
e.
Bentuk Parenteral: di luar usus, atau tidak melalui
saluran cerna (Tambayong, 2002, hal. 5).
f.
Inhalasi: Saluran napas memiliki luas epitel untuk absorpsi yang
sangat luas dan berguna untuk memberi obat secara lokal (Tambayong, 2002)
Implikasi keperawatan mencakup:
a.
Nilai kemampuan menelan pasien sebelum memberikan obat oral.
b.
Lakukan teknik aseptik sewaktu memberikan obat, terutama rute
parenteral.
c.
Berikan obat pada tempat yang seharusnya.
d.
Tetap bersama pasien sampai obat oral telah ditelan.
e.
Pemberian melalui enteral: mengecek kepatenan slang NGT sebelum
obat dan mengirigasi slang dengan air sebelum dan sesudah pemberrian obat
(Kuntarti, 2005).
6.
Benar Pengkajian
Benar pengkajian membutuhkan ketepatan data yang dikumpulkan
sebelum pemberian obat (Kee dkk, 2009). Dalam pemberian obat, perlu dikaji
profil pasien. Menurut Olson (2004), profil pasien yang harus dipertimbangkan,
yaitu:
a.
Usia
Enzim
yang digunakan dalam metabolisme obat jarang terbentuk pada bayi dan berkurang
pada lanjut usia, sehingga obat dapat terakumulasi sampai pada kadar toksik
(Olson, 2004).
b.
Status kehamilan
Sebelum
memberikan obat, perlu dikaji riwayat kehamilan dan menyusui pada wanita,
karena banyak obat yang sangat berisiko bila diberikan (Olson, 2004).
c.
Kebiasaan merokok dan minuman beralkohol
Merokok
atau mengonsumsi minuman keras dapat menyebabkan enzim-enzim hati P450
terinduksi, sehingga metabolisme sejumlah obat menjadi cepat(Olson, 2004)
(Katar, 2012).
d.
Penyakit hati atau ginjal
Metabolit
obat disekresi lebih sedikit pada penderita gagal ginjal dan metabolisme obat
menjadi berkurang pada gagal hati (Olson, 2004)
e.
Farmakokinetik
Farmakokinetik
merupakan nasib obat di dalam tubuh mulai dari masuk sampai keluar tubuh,
meliputi: absorbsi, distribusi, eksresi dan metabolisme (Katar, 2012) (Olson,
2004).
f.
Interaksi obat
Interaksi
obat dapat terjadi di dalam dan di luar tubuh. Di luar tubuh, interaksi obat
dipengaruhi oleh farmaseotik, yaitu peningkatan konsentrasi obat dalam darah
yang dapat menyebabkan konsentrasi pada organ target juga meningkat. Sementara
di dalam tubuh, interaksi obat dipengaruhi oleh farmakokinetik dan
farmakodinamik. Farmakodinamik terjadi bila zat aktif tidak berikatan dengan
reseptor karena pihak ketiga (antagonis yang mempunyai efek berlawanan)
berhubungan dengan mekanisme obat (Katar, 2012).
g.
Faktor psikososial
Ketidakpatuhan
pasien merupakan indikator kegagalan obat. Sebelum melakukan permintaan obat,
kaji status ekonomi pasien, kemudahan pemberian, jadwal dosis obat dan tanggung
jawab pasien (Olson, 2004).
7.
Benar Dokumentasi
Benar dokumentasi mencakup ketepatan informasi pemberian obat yang
dicatat oleh perawat, meliputi:
a.
Nama obat
b.
Dosis obat
c.
Rute/cara pemberian
d.
Waktu dan tanggal pemberian
e.
Nama atau tanda tangan perawat
f.
Penulis resep: bila pasien menolak meminum obat atau obat belum
terminum, harus dicatat alasannya dan dilaporkan (Kee dkk., 2009) (Tambayong,
2002). Perawat mendokumentasikan respon pasien terhadap pengobatan yang
diberikan dengan memperhatikan jenis obat
8. Benar
Pendidikan Kesehatan (Perihal Medikasi Pasien)
Setiap pasien harus diberikan informasi tentang setiap obat yang
akan diberikan, terutama obat dengan indikasi tertentu. Berikan gambaran
tentang kondisi pasien secara rasional dan jelaskan mengapa harus mengonsumsi
obat tersebut dalam kurun waktu yang sudah ditentukan dengan kalimat yang mudah
dipahami oleh pasien, berikan informasi dengan rinci, mencakup efek samping
obat dan cara mengatasinya, aturan pemakaian obat, penyediaan obat sesuai resep
serta dosis dan frekwensi yang harus diketahui.
Benar pendidikan kesehatan terkait medikasi ini mencakup
keakuratan dan ketepatan dan keakuratan informasi tentang pengobatan dan
hubungannya dengan kondisi pasien. Perawat memberikan pendidikan kesehatan kepada
pasien, meliputi tujuan terapi, kemungkinan efek samping dari obat yang
digunakan, diit yang diperlukan, cara pemberian dan pemantauan hasil
laboratorium. Perawat juga harus meminta informed
concent (persetujuan pasien/keluarga) yang menjadi dasar bagi pasien untuk
membuat keputusan, sehingga kesalahan pengobatan dapat dicegah (Kee dkk.,
2009).
9. Benar Evaluasi
Hal ini mencakup
keefektifan pengobatan yang ditentukan oleh respon pasien terhadap pengobatan
(Kee dkk, 2009).
10. Benar
Penolakan
Pasien memiliki hak
untuk mengajukan penolakan terhadap pengobatan yang diterima. Hal ini merupakan
tanggung jawab perawat untuk mengklarifikasi alasan penolakan dan menjadikan
alasan tersebut sebagai tolak ukur dalam memfasilitasi keluhan pasien terkait
pengobatan, jelaskan risiko yang akan terjadi bila pasien melakukan penolakan
dan berikan penguatan kenapa obat tersebut harus dikonsumsi oleh pasien. Ketika
obat tetap di tolak oleh pasien, perawat langsung mendokumentasikan penolakan.
Perawat, perawat pelaksana, dan petugas kesehatan lainnya harus menyertakan
lembaran informed concent bila pasien
melakukan penolakan terhadap obat yang diberikan, terutama pengobatan yang
spesifik, seperti penghentian sementara untuk pemberian insulin (Kee dkk,2009).
DAFTAR PUSTAKA
Joint Commission
Resources. 2013. International patient safety goals. Diakses pada tanggal 3 November
2015 dari
www.jointcommissioninternational.org/Common/PDFs/JCI%20Accreditation/Internati
onal_Patient_Safety_Goals_9Feb2012.pdf
Kuntarti. 2005. Tingkat penerapan prinsip „enam tepat‟ dalam
pemberian obat oleh perawat di ruang rawat inap. Jurnal Keperawatan
Indonesia.
Kee, J. L, Hayes, E.
R, & McCuistion, L. E. 2009. Pharmacology, a nursing process approach (6th
edition). Canada: Saunders Elsevier.
Katar, Y. 2012.
Antineoplastik‟, diakses 3 November 2015. Padang: FIK UNAND
Katar, Y. 2012. Farmakologi
obat penyakit infeksi bakteri dan jamur. Padang: UNAND
Djamil, M. 2012. Keselamatan pasien dalam keperawatan. Padang:
RSUP
Djamil, M. 2012. International Patient Safety Goals (IPSG.
Padang: RSUP
Olson, J. 2004. Belajar mudah farmakologi. Jakarta: EGC.
Tambayong, J. 2002. Farmakologi untuk keperawatan. Jakarta:
Widya Medika.
Yusran, R. 2011. Pengantar
politik bagi keperawatan. Padang: RSUP
Comments
Post a Comment